Umat Islam sejauh ini memandang sains dan teknologi sebagai barang sekunder, dan menempatkannya di posisi pinggiran. Dengan pandangan demikian, tidak heran jika umat Islam jauh tertinggal dalam bidang sains dan teknologi. Padahal kedua hal tersebut di masa lalu pernah dikuasai umat Islam sehingga umat Rasulullah ini meraih kejayaannya dan diperhitungkan oleh bangsa dan umat-umat lainnya.
Demikian antara lain poin yang mengemuka dalam konferensi internasional Tajdid Islam Kedua bertema, “Ke Arah Kemantapan Sistem Pendidikan Islam dan Kemajuan Sains dan Teknologi di Alam Melayu” di Sepang, Malaysia (13-15/4). Hadir sebagai pembicara dalam konferensi yang diselenggarakan Yayasan Dakwah Islamiyah Malaysia (YADIM) dan Center for Moderate Moslem (CMM) Indonesia itu antara lain Prof Kamal Hasan, Prof Tarmizi Taher, Datuk Mohamad Nakhaie, Prof Zuhal, Prof Zamakhsari Zhofier, Prof Sidek Baba, Prof Khalijah Mohd. Salleh, Prof Nasaruddin Umar, Prof Azyumardi Azra, Prof Murasa Sarkaniputra, Prof. Osman Bakar, dan pembicara kunci mantan PM Malaysia Dr Mahathir Mohamad.
Bagi Prof Zuhal, ketertinggalan umat Islam yang paling menonjol adalah pada penguasaan sains dan teknologi. “Tidak ada pilihan lain, jika umat ini ingin maju, maka kedua hal itu harus diraih. Itu kunci kesejahteraan dan kemajuan,” ujarnya. Hilangnya simbol kejayaan umat Islam di masa lalu itu, dalam pandangan Prof Khalijah, antara lain disebabkan umat Islam meninggalkan tradisi yang pernah dipraktekkan para ilmuwan dan ulama di masa lalu. “Tradisi pembaruan dan pemikiran hilang dari umat Islam. Ini tugas kita bersama. Kalau kita tak melakukan tajdid (pembaruan), umat ini akan semakin terpinggirkan,” katanya.
Sementara itu, dalam ceramahnya, Mahathir Mohamad menekankan pentingnya meraih kembali kejayaan sains dan teknologi untuk kepentingan kemajuan umat Islam. Menurutnya, mempelajari sains dan teknologi sama wajibnya dengan amalan-amalan fardhu lainnya, seperti shalat dan puasa. “Fatal jika umat Islam selama ini memilah-milah ajaran pokok dan tidak pokok, ajaran dunia dan ajaran akhirat. Mestinya kedua-duanya harus dijalankan bersamaan dan diberi posisi yang sama pentingnya,” demikian mantan orang nomor satu di Malaysia ini.
Hal senada juga diungkapkan Rektor UIN Jakarta Prof Azyumardi Azra. Menurut intelektual tercerahkan ini, umat Islam harus melakukan reorientasi sistem pendidikan. “Kelemahan mendasar umat Islam, karena tidak mensinergikan ilmu agama dan umum dalam proses pendidikan mereka. Umat Islam di masa lalu maju di bidang sains dan teknologi, tapi mereka juga fasih dalam ilmu agama, Mereka memadukan keduanya. Karena itu, harus ada tajdid sistem pendidikan secara terus menerus,” papar Azyumardi. Karena itulah, ia memandang pentingnya konferensi tersebut untuk merumuskan kembali noktah kebangkitan Islam di masa mendatang.
Kalangan pesantren yang selama ini identik dengan pembelajaran ilmu-ilmu agama saja, dalam pandangan Prof Zamakhsari Zhofier, juga harus memandang sains dan teknologi sebagai kebutuhan ilmu wajib, sama pentingnya dengan belajar fikih. Di era global sekarang ini, ujar Zhofier, pesantren harus melek teknologi agar kualitas dan lulusan mereka dapat bersaing dengan lulusan umum. “Masalahnya, sarana dan dukungan dana tidak memadai sehingga kondisi ini memunculkan dilema berkepanjangan,” jelasnya.
Karena itu, salah satu rumusan akhir konferensi yang dihadiri sebanyak 150 peserta dari kedua negara ini meminta para pemimpin dunia Islam memberi perhatian lebih besar lagi terhadap peningkatan dan upaya memajukan sains dan teknologi bagi umat Islam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar